Assalamu'alaikum Wr. Wb. -------- Selamat Datang di Blog Alumni MAN Mojosari-Mojokerto ------- Bertindak Untuk Berarti ------- Kalau anda juga Alumni atau siapa saja yang punya keterkaitan dengan Almamater MAN Mojosari, diharapkan anda juga dapat memberikan arti di blog ini. Terima kasih. ------- Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Ngaji YUK !

8 Okt 2009

MAN Mojosari Telah Menerapkan Pelajaran Membatik

Batim Man MojosariSaat batik dikukuhkan menjadi warisan budaya Indonesia, seni membatik makin diminati. Namun masih sedikit sekolah-sekolah yang menerapkan batik sebagai pelajaran ekstrakurikuler atau muatan lokal. MAN Mojosari adalah satunya yang telah menerapkan pelajaran membatik sebagai mulok sejak 2008.

SEORANG siswa tampak rikuh memegang alat kecil berisi cairan malam (untuk membatik). Canting, alat itu dipegang hati-hati oleh siswa sembari menyesuaikan dengan gambar motif yang sudah tergores di kain selebar satu meter.

Sementara di sampingnya, gurunya tampak pelan dan cermat membimbingnya. Pelajar MAN Mojosari ini terus melukis dengan canting. Atau tepatnya membatik, sejak ilmu turun temurun nenek moyang ini menjadi salah satu muatan lokal (mulok) di sekolah itu.

Wakasek Humas MAN Mojosari Agus Achmady, mengatakan pihak sekolah memang sengaja memasukkan ilmu batik sebagai mulok. Dengan pelajaran ''membatik'' siswa mampu mengenal batik, maka rasa nasionalismenya bisa tumbuh.

''Dengan batik ini, selain dapat ilmu baru, juga bisa menumbuhkan rasa nasionalisme bagi anak-anak,'' katanya. Katanya, anak muda sekarang lebih kenal jins dan kaos sebagai busana sehari-hari dibandingkan busana berbatik. Padahal dalam batik terkandung nilai luhur yang masih relevan di zaman sekarang.

''Kami bertujuan ingin mengenalkan batik dan mengubah pandangan bahwa buat batik itu sulit,'' kata guru kesenian, Bambang Parikesit. Atas dasar itulah, pihak dari sekolah memasukkan batik sebagai mulok. Awalnya Bambang bercerita tentang rencananya kepada Agus Achmady, yang merupakan salah satu pengurus Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI). Gayung bersambut, ternyata pihak sekolah sepakat dan mendukung memasukkan batik sebagai mulok dan ekstrakurikuler.

Pada awal tahun 2008, mereka mulai merealisasikan rencana tersebut. Hal itu terbilang baru bagi sekolah pada umumnya. Karena sekolah-sekolah cenderung memasukkan mulok dan ekstrakurikuler yang mudah pengelolaannya, seperti bahasa Jawa dan bidang olahraga dan kesenian seperti band.

Itu juga yang membuat sekolah lain enggan memakai batik sebagai mulok. Guru yang mampu mengajarkan batik pun sedikit. Selain itu batik juga memiliki pakem yang ketat. Namun, kata Bambang, ia memang kebetulan memiliki keahlian di bidang batik.

Dan membutuhkan ide-ide kreatif untuk bisa memasukkan batik ke dalam gaya anak muda. Agar siswa bisa menerima sekaligus bisa mengembangkan batik nantinya.

Pada kegiatan ekstrakuriler proses pengenalan batiknya dimulai dengan pembuatan batik ikat. Yaitu batik yang dibuat dengan teknik ikat yang di dalam kainnya diberi kelereng. Pembuatannya pun cukup mudah. ''Awalnya kita buat batik ikat, karena mudah," kata Bambang dengan bersemangat.

Bentuk aplikasi batik harus mengikuti gaya anak muda. Seperti syal, slayer dan sapu tangan menjadi latihan selanjutnya. Para siswa diajak urunan untuk beli kain dan peralatan. Setelah jadi syal dan sapu tangan, siswa bisa memilikinya. Dengan begitu mereka senang sekaligus bangga dengan hasil karyanya sendiri.

Adanya penyesuaian pembelajaran batik pada siswa, juga pada tataran motif. Pihak guru membebaskan motif yang akan dibuat oleh siswa. Hal demikian ini karena untuk memenuhi pakem motif, memerlukan teknik yang ketat dan pengalaman yang lama. Sehingga banyak siswa yang mengadopsi motif sederhana seperti bunga, bahkan lambang sekolah pun tak luput diduplikasi.

Untuk bahannya, seperti kain mori, malam, pewarna dan zat pengawet, lanjut Bambang, mereka peroleh dari Surabaya. Selain itu juga didapat dari penjual perlengkapan yang masuk dalam jaringan GBKI. Penggunaan bahan dan perlatan masih belum seperti para perajin batik, karena menyangkut pendanaan.

Saat marak isu mengenai klaim batik oleh Malaysia, dampaknya para siswa pun ikut larut dan antusiasnya makin meningkat saat mulok batik berlangsung. ''Pas klaim batik oleh Malaysia, banyak siswa yang spontan meramaikan ekskul batik, " tutur Bambang. Besarnya antusias itu dimungkinkan oleh rasa memiliki terhadap batik. Sehingga rasa tidak terima, produk bangsanya dikalim bangsa lain diwujudkan dengan ikut serta di ekskul batik.

Produk batik yang telah dibuat siswa didik, pada peringatan Hari Kartini, 21 April silam, telah ikut dalam pameran dalam rangka open house. Pada saat itu ekskul batik ini juga mampu menarik minat siswa MTs yang ikut ajang pameran. ''Saat itu banyak yang ikut memegang canting dan menggoreskan,'' kata pria berperawakan tinggi besar itu.

Untuk meluaskan wawasan mengenai batik dan mewujudkan rasa cinta batik. Pihak sekolah mengadakan studi lapangan ke daerah penghasil batik. Daerah yang pernah dijadikan ajang belajar itu adalah daerah Surodinawan. Di situ mereka belajar langsung lebih dekat dengan perajin.

Ke depannya, pihak sekolah berkeinginan untuk mewajibkan siswanya memakai batik. Pembuatan taplak batik hasil buatan siswa sendiri nantinya menjadi program untuk bisa digunakan di sekolah.

Dengan adanya mulok dan ekskul batik ternyata mampu menarik rasa memiliki terhadap bangsa. Bisa belajar mengenal batik yang selama ini asing bagi anak muda. ''Harapannya mulok batik ini bisa berkembang dan bisa mengenalkan pakem batik ke para siswa," ujar pria berkacamata ini. (radar mojokerto/jawapos.co.id)

2 komentar:

  1. maju terus pantang mundur, agar batik tetap eksis.apakah pengadaan bahan-bahannya mudah kalu untuk mulok?

    BalasHapus
  2. Insya Alloh mudah di dapatkan Bu Sasiti......Kami juga siap membantu mensuplai bahan bahan nya.

    Salam,
    Eko BS./08562664389
    http://batiktuliscanting100.blogspot.com

    BalasHapus

Tulisan Terkait

The best viewed on Mozilla Firefox : Blog ini akan tampil sempurnya jika dibuka di Mozilla Firefox