Sebuah buku yang ditulis Hyphatia Cneajna mencoba menelusuri sejarah Dracula, sosok yang selama ini selalu digambarkan sebagai makhluk yang gemar menerkam leher manusia dan mengisap darah. Dikisahkan dalam buku, Dracula ternyata bukan sosok fiktif yang selalu menghindar dari sinar matahari melainkan tokoh nyata yang sangat kejam yang pernah hidup pada tahun 1400-an dan membantai ribuan umat Islam juga dengan cara-cara keji.
Judul : Dracula, Pembantai Umat Islam dalam Perang Salib
Penulis : Hyphatia Cneajna
Penerbit : Navila Idea, Yogyakarta
Tebal : xii + 192 halaman
Tahun Terbit : Agustus 2007
Kita tentu sudah mengetahui kekejaman Hitler, Pol Pot, Mao, Stalin ataupun Soeharta. Akan tetapi, siapa yang mengetahui kekejaman Dracula?
Vlad Tepes atau kemudian dikenal di dunia sebagai Dracula, memang sudah menjadi sosok yang melegenda. Semua itu tentunya berkat jasa Bram Stoker dengan novelnya, Dracula. Dari buah karya Dracula puluhan film telah diproduksi, antara lain Dracula’s Daughter (1936), Son of Dracula (1943), Hoorof of Dracula (1958), Nosferatu (1922)—yang dibuat ulang pada tahun 1979. Baik buku mapun film-film tersebut mempunyai gambaran yang sama tentang sosok Dracula, yaitu seorang vampir yang haus darah. Ia diceritakan akan keluar setiap bulan purnama dari kastilnya dengan memakai jubah hitam guna mencari korban sebagai santap malam.
Apakah Dracula memang seperti yang digambarkan oleh Bram Stoker maupun film-film yang telah disebutkan tadi? Inilah yang membuat menarik buku karya Hyphatia Cneajna yang berjudul Dracula, Pembantai Umat Islam dalam Perang Salib. Buku setebal 192 halaman ini tidak menampilkan sosok Dracula sebagai vampir tapi sebagai sosok sejarah. Dracula ditampilkan sebagaimana Hitler, Pol Pot, Mao dan tokoh-tokoh sejarah lainnya, sehingga buku ini berbeda dengan buku sejenis yang pernah terbit sebelumnya.
Siapa sebenarnya Dracula? Sejarah Dracula memang unik. Ia berada di antara dua kerajaan besar yang bertingkai ketika itu—Kerajaan Honggaria dan Turki Ottoman. Masa kecil hingga menginjak dewasa ia habiskan di Turki, tapi setelah itu ia justru memihak Kerajaan Honggaria dalam memperebutkan Konstantinopel. Posisi inilah yang menempatkan dirinya sebagai pengkhianat bagi Turki dan pahlawan bagi Honggaria.
Sebagai penguasa Wallachia pada kurun waktu 1456-1462 dan 1475-1476, Dracula memang cukup kontroversial. Ketika baru saja bertahta ia justru membantai prajurit Turki yang telah mendukungnya. Akan tetapi, tak lama setelah itu ia malah digulingkan oleh Honggaria karena dianggap tak mau tunduk. Sebagaimana diktator dan tiran yang lain, guna mengamankan posisinya yang seringkali terancam, maka Dracula memakai segala cara agar kekuasaannya menjadi langgeng. Tentu saja cara yang ia pakai adalah teror dan pembantain. Maka tak mengherankan kalau selama enam tahun kekuasaannya ia telah membantai 500.000 rakyatnya—300.000 lainnya adalah umat Islam.
***
Filsuf dan sekaligus aktivis gerakan kiri Italia, Antonio Gramsci, dalam bukunya Notes on Italian History (1934), mengungkapkan bahwa seringkali sejarah hanya berbicara tentang kekuasaan yang menang. Sejarah semacam ini bisa dikatakan sebagai sejarah superhero; ia hanya akan berbicara tentang para raja bukan tentang kawula. Akibatnya, pihak-pihak yang kalah harus berada di luar gelanggang sejarah, yang artinya tidak mempunyai peran apa-apa dalam sejarah.
Memang beberapa sejarawan seperti Arnold Toynbee, memberikan pemaparan bahwa penjajahan sejarah. Hal ini berakibat sejarah hanya berisikan masa lalu yang sesuai dengan Barat. Sehingga, kejadian-kejadian lainnya dianggap tidak relevan dan karena oleh itu bisa diabaikan. Dalam konteks inilah Hyphatia mendasarkan kajiannya tentang sosok Dracula. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau dalam satu bab ia menguraikan tentang “penjajahan sejarah” tersebut.
Menurut Hyphatia akibat dominasi Barat membuat sejarah Dracula tidak pernah terungkap dengan tuntas. Ia memaparkan bahwa ada ceruk-ceruk sejarah yang selama ini tersembunyi dari sosok Dracula, terutama menyangkut pembataian Dracula terhadap umat Islam dalam Perang Salib. Sampai saat ini Perang Salib memang masih merupakan peristiwa yang sensitif. Luka akibat perang tersebut masih membekas di antara dua kubu. Dalam keadaan seperti inilah Barat yang biasanya begitu getol mengungkap pembantaian-pembantaian umat manusia, menurut Hyphatia menjadi enggan untuk mengorek-ngorek boroknya sendiri. Inilah yang dalam pandangan Hyphatia membuat sosok Dracula tidak pernah terkupas dengan tuntas.
Sebagai bukti atas uraiannya kemudian Hyphatia menyandingkan sosok Dracula dengan Rombo. Kalau Rambo merupakan sosok fiksi yang dibuat seolah-olah menjadi nyata sehingga bisa menutupi kekalahan Amerika Serikat dalam perang Vietnam, maka Dracula dibuat sebaliknya, tokoh nyata yang dibuat fiksi. Cara ini menurut Hyphatia merupakan usaha Barat untuk mengaburkan jati diri Dracula sebenarnya. Dan, usaha ini dalam pandangan Hyphatia cukup berhasil dengan melihat bahwa sebagian besar masyarakat mengenalnya sebagai vampir, bukan sebagai sosok sejarah yang kejam dan bengis.
Urain-urain Hyphatia di atas akan mengingatkan kita pada pencitraan Amerika Serikat terhadap musuh-musuh mereka di Timur Tengah. Bagi mereka negara-negara yang tidak mau tunduk kepada kemauan Amerika Serikat seperti Irak dan Afghanistan, maka akan dituduh sebagai sarang teroris. Dengan “kuasa sejarah” seperti itu mereka berhasil menutupi tujuan sebenarnya—menguasai sumber minyak di Timur Tengah—dengan alasan memburu gembong teroris. Dan, usaha ini cukup berhasil sehingga rencana Amerika Serikat mendapat dukungan dari sekutu-sekutunya.
***
Selain uraian tentang “penjajahan sejarah” yang menarik dari buku karya Hyphatia adalah “keberaniannya” mengungkap metode-metode penyiksaan yang dilakukan oleh Dracula. Setidaknya ada lebih dari sepuluh metode penyiksaan Dracula, dan yang paling terkenal adalah penyulaan. Penyulaan merupakan penyiksaan dengan cara menusuk korban dari bagian bawah hingga tembus ke perut, tenggorokan atau kepala. Menurut Hyphatia karena kegemaran Dracula melakukan “pesta” penyulaan tersebut ia mendapat julukan Si Penyula.
Membaca urian Hyphatia tentang metode-motode penyiksaan Dracula apabila perut tidak kuat memang akan membuat mual. Akan tetapi, dengan uraiannya tersebut Hyphatia berhasil menggambarkan betapa kejam dan sadisnya Dracula. Dan, kita pun akan menjadi diingatkan akan kekejaman para tiran dan diktator yang lain. Tak sadar kita akan terbawa pada kamar gas Hitler, ruang penyiksaan Pol Pot dan segala bentuk kekejian lainnya.
Dalam buku ini Hyphatia juga membahas tentang mitos-mitos seputar Dracula. Mitos seputar kematian, kuburan sampai kastil Dracula diuraikan dan dianalisa dengan rasional oleh Hyphatia, sehingga kita akan mengetahui kenapa mitos-mitos tersebut bisa muncul dan kemudian berkembang di masyarakat. Dan, bagi pembaca yang ingin mengetahui lebih banyak tentang Dracula, Hyphatia juga memberikan beberapa situs yang bisa diakses.
Buku karya Hyphatia ini walaupun judulnya terbaca provokatif sehingga seolah-olah menyudutkan pihak tertentu, tapi patut dibaca oleh semua kalangan agar mendapatkan sebuah pandangan dari sejarah alternatif.
Tuliasan yang lainnya :
Judul : Dracula, Pembantai Umat Islam dalam Perang Salib
Penulis : Hyphatia Cneajna
Penerbit : Navila Idea, Yogyakarta
Tebal : xii + 192 halaman
Tahun Terbit : Agustus 2007
Harga : Rp. 29.500,-
Membaca buku setebal 192 halaman ini sangat menarik. Sampul bukunya berwarna
coklat yang memudar menandakan aroma gothic yang begitu kental. Judul besarnya
dengan embos warna merah menyala memang menarik mata untuk mengambilnya.
Apalagi setelah membaca judulnya, Dracula. Memang awalnya akan mengira bahwa
buku ini buku misteri seperti halnya buku tentang Dracula lainnya. Akan tetapi,
judul kecil yang berbunyi "Pembantai Umat Islam dalam Perang Salib", tentu
segera membuat yang memegang buku ini ingin segara untuk membaca keterangan di
sampul belakang. Setelah membaca kata demi kata di sampul belakang maka akan
segera mengetahui bahwa buku ini berbeda dengan buku sejenis lainnya, semisal
buku Dracula karya Bram Stoker.
Buku karya Hyphatia Cneajna ininama yang tentunya agak asing bagi telinga
orang Indonesia iniyang lengkapnya berjudul Dracula, Pembantai Umat Islam
dalam Perang Salib, bukan karya fiksi, tapi buku sejarah. Mungkin saja karena
selama ini kisah tentang Dracula sudah lekat dengan vampir yang haus darah,
maka penerbit buku ini perlu menambahkan kalimat "Kisah Kebiadaban Count
Dracula yang Disembunyikan Selama 500 Tahun". Memang buku ini buku sejarah yang
membabar riwayat Vlad Tepes atau kemudian dikenal dengan nama Dracula secara
mendetail.
Bab I, yang merupakan pendahuluan, memaparkan tentang latar belakang Perang
Salib. Perang yang terjadi hampir selama 5 abad ini telah banyak memakan
korban, baik dari pihak Kristen maupun Islam. Dalam babakan terakhir perang
tersebut, kekuatan yang terlibat dalam pertempuran semakin mengerucut, yaitu
Kerajaan Honggariasebagai wakil Kristenmelawan Kerajaan Turki
Ottoman/Usmaniah sebagai wakil Islam. Dalam situasi inilah Dracula dilahirkan.
Riwayat hidup Dracula dibahas secara mendalam dalam Bab II. Nenek moyong
Dracula, Randu Negru, merupakan pendiri kerajaan Wallachia, sebuah kerajaan
yang dibatasi oleh Sungai Danube dan Pegunungan Carphatia. Kalau dilihat dalam
peta dunia saat ini, Wallachia menjadi bagian dari negara Rumania. Randu Negru
kemudian beranak pinak di wilayah tersebut. Salah satu keturunannya adalah
Basarab/Vlad Dracul"Dracul" berarti "naga" yang merupakan ayah Dracula.
Dracula merupakan anak kedua dari Vlad Dracul. Dracula mempunyai nama asli Vlad
Tepes. Nama Dracula sendiri berasal dari bahasa Rumania, Draculea. Akhiran "ea"
dalam bahasa Rumania berarti "anak dari", jadi Draculea berarti anak dari
Dracul.
Sebagai anak yang sering ditinggal ayahnya dalam keberbagai peperangan membuat
Dracula tumbuh menjadi pribadi yang tidak bahagia. Ketidakbahagiaan ini semakin
bertambah ketika pada umur 11/12 tahun ia harus menjadi tawanan Kerajaan Turki
Ottoman. Walaupun di Turki ia diperlakukan dengan baik namun Dracula merasa
bahwa dirinya telah dicampakkan dari masa kecil, kampung halaman, ibu serta
keluarganya. Dari sinilah rasa dendam Dracula terhadap Kerajaan Turki Ottoman
bermula.
Hampir selama 5 tahun Dracula berada di Turki. Ketika usinya beranjak 17 tahun
ia dikirim oleh Kerajaan Turki Ottoman untuk mengisi kekosongan tahta Wallachia
setelah kematian kakaknya. Tahta Wallachia pun akhirnya bisa ia duduki. Dan,
sejak berkuasa inilah kekejaman Dracula mulai tampak. Selama masa
pemerintahannya yang berlangsung hanya 6 tahun ia telah membantai kurang lebih
500.000 penduduk Wallachia. Tentu saja jumlah korban tersebut tidak bisa
dikatakan kecil dalam konteks abad pertengahan.
Sebagian besar korban pembantaian Dracula dibunuh dengan cara yang keji.
Sebelum dibunuh mereka disiksa terlebih dahulu. Macam-macam penyiksaan Dracula
tersebut dibahas dalam Bab III buku ini. Metode penyiksaan yang digunakan
Dracula untuk menyiksa korban-korbannya antara lain penyulaan, merebus korban
hidup-hidup, memaku kepala korban, menjerat leher korban, merusak organ vital
perempuan, dan beberapa metode penyiksaan lain yang tak kalah kejam. Di antara
metode penyiksaan tersebut penyulaan merupakan yang paling terkenal. Penyulaan
merupakan penyiksaan dengan cara memasukkan kayusebesar lengan tangan orang
dewasa yang telah dilancipkan ujungnyake dalam anus. Setelah sula masuk
kemudian tubuh korban dipancangkan sehingga kayu sula terus masuk menembus
tubuh korban hingga tembus ke bagian leher, punggung, atau kepala. Biasanya
penyiksaan semacam ini dilakukan oleh Dracula secara massal, sehingga sekali
melakukan "upacara" penyulaan jumlah korbannya bisa mencapai 2.000
orang.
Di antara korban-korban Dracula sebagian besar adalah umat Islam. Siapa saja
umat Islam yang menjadi korban Dracula dijelaskan dalam Bab IV. Hyphatia
memperkirakan jumlah korbannya mencapai 300.000 orang. Mereka ini sebagian
besar merupakan pendukung Kerajaan Turki Ottoman yang berada di wilayah
Wallachia. Sebagian besar korban tersebut dibunuh dengan cara disula, sebagian
yang lain dibunuh dengan cara dibakar hidup-hidup, diracuni dan disiksa dengan
cara yang lain. Masa inilah dikenal di Wallachia sebagai masa teror yang paling
mengerikan.
Masa teror terhadap umat Islam dan penduduk Wallachia baru berakhir ketika
Dracula terbunuh. Tentang di mana Dracula terbunuh dan kuburannya dipaparkan di
Bab V. Dalam bab ini didedah segala mitos yang melingkupi Dracula, termasuk
kuburan Dracula yang setelah digali ternyata tak ada jasadnya lagi. Pun,
dibahas tentang kematian-kematian misterius yang menimpa penduduk Wallachia dan
sekitarnya setelah kematian Dracula, yang konon kabarnya kematian tersebut ada
hubungannya dengan Dracula.
Segala bentuk kekejaman Dracula yang dipaparkan dalam bab demi bab buku ini
masih tertutupi hingga kini. Sampai saat ini Dracula lebih dikenal sebagai
vampir yang haus darah daripada pembunuh berdarah dingin. Hal ini terjadi
karena Barat memang berusaha mengaburkan kisah hidup Dracula yang sesungguhnya.
Mengapa Barat berusaha keras menyembunyikan jadi diri Dracula? Apa hubungan
Dracula dengan bawang putih dan salib dalam konteks penjajahan sejarah? Mengapa
pembunuh Dracula yang sebenarnya tidak banyak ditampilkan? Semua jawaban dari
pertanyaan-pertanya an tersebut diuraikan dengan tuntas oleh Hyphatia di Bab VI
karyanya.
Buku karya Hyphatia Cneajna ini menarik karena dua hal. Pertama, buku ini
menampilkan fakta-fakta yang belum banyak diketahui oleh masyarakat secara
luas. Pada saat membacanya segala fakta-fakta yang ada dalam buku ini ibarat
tamparan yang membuat kita sadar bahwa selama ini sosok Dracula merupakan sosok
nyata yang kemudian lebih dikenal sebagai sosok fiski. Kedua, buku ini mengajak
kita untuk selalu kritis terhadap sejarah. Sebuah sejarah yang seakan-akan
sudah menjadi kebenaran ternyata seringkali berisi kebohongan-kebohong an.
Dengan dua kelebihan inidan tentunya dengan kekurangan yang ada di
dalamnyabuku ini layak dibaca oleh seluruh lapisan masyarakat.[*
Dikutip dari http://raybeezaholic.multiply.com/reviews/item/1 dan http://www.mail-archive.com/ppiindia@yahoogroups.com/msg56201.html
Ngaji YUK !
26 Okt 2008
Drakula Nyata Ada, Seorang Pembantai Manusia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tulisan Terkait
The best viewed on Mozilla Firefox : Blog ini akan tampil sempurnya jika dibuka di Mozilla Firefox
Tidak ada komentar:
Posting Komentar